Friday, April 18, 2008

Mau Maju Kok Tiru-tiru !

Aneh memang orang-orang yang mengaku berfikiran maju dan pintar di Indonesia, mereka berkeyakinan bila Indonesia mau maju maka harus banyak meniru negara-negara barat yang sudah maju ( tapi tanpa melihat perbedaan kultur dan karakter bangsa kita dan negara barat). Fikiran dan pendapat ini banyak dilontarkan oleh kalangan akademis dan pemikir-pemikir liberal yang banyak dipengaruhi oleh pemikiran barat.

Mereka seolah lupa bahwa bangsa ini pernah diinjak-injak dan dikeruk kekayaannya oleh penjajah barat selama berabad-abad, mereka lupa kebodohan dan kebobrokan yang banyak melanda masyarakat kita baik secara mental maupun sikap juga akibat/sisa-sisa dari masa penjajahan negara barat. mereka lupa kalo mereka juga orang Indonesia yang semestinya memiliki rasa kebanggaan sebagai bagian dari bangsa ini yang memiliki kebudayaan dan kepribadiannya sendiri. Mereka menutup mata bahwa kemajuan yang dicapai dan kebebasan yang diterapkan di negara barat telah menghancurkan moral dan akhlak masyarakat negara barat. Kenapa mereka tidak meniru dan mengambil contoh negara Jepang yang mampu bangkit dari keterpurukan akibat perang dunia II tanpa melupakan/meninggalkan budaya mereka, atau Cina yang mampu menunjukan diri sebagai salah satu kekuatan ekonomi dunia juga tanpa meninggalkan kepribadian mereka sebagai bangsa Cina.

Sampai saat ini konsep/kemajuan yang menjadi tolak ukur merekapun masih belum jelas sebab sebagian besar orang-orang pintar beraliran liberal di Indonesia hanya cenderung mengukur kemajuan di Indonesia dengan barometer penerapan kebebasan HAM di Indonesia dan membandingkannya dengan negara-negara barat. Coba tengok saat mereka bersuara lantang saat kita akan menerapkan RUU Pornografi ( hingga RUU ini sampai saat ini belum ada kejelasannya ) dan yang terakhir adalah masalah dikeluarkannya keputusan oleh MUI dan Bakorpakem yang menetapkan Ahmadiyah sebagai aliran sesat.

Mereka tidak pernah berbuat banyak, cenderung bersuara seperlunya dan tidak menghasilkan solusi saat masyarakat kesulitan mendapatkan pendidikan karena biaya sekolah yang mahal, atau saat masyarakat kesulitan berobat karena biaya rumah sakit yang mahal bahkan mereka juga tidak banyak bersuara saat generasi muda dikelilingi bahaya narkoba. Mereka cenderung memanfaatkan gejolak sosial dimasyarakat hanya sekedar untuk meningkatkan popularitas saja dan hanya bisa memojokan pemerintah tanpa bisa memberikan solusi dan melakukan aksi nyata yang bermanfaat untuk merubah bangsa ini menjadi bangsa yang maju tapi tanpa meninggalkan kepribadian Indonesia.

Seolah-olah orang-orang pintar di Indonesia lebih banyak didominasi oleh aktifis HAM dan liberalis yang tidak faham kondisi dan kultur bangsanya sendiri tapi sudah berani bicara kemajuan.

Ahmadiyah Tetap Diputuskan Sebagai Aliran Menyimpang

Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan (Bakorpakem) menyatakan aliran Ahmadiyah menyimpang dari ajaran Islam dan harus dihentikan. Karena dalam pemantauan selama 3 bulan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) terbukti tidak melaksanakan secara konsisten 12 butir penjelasan pokok-pokok ajaran yang sampaikan kepada publik.

Keputusan ini sangat disambut gembira oleh ormas-ormas Islam dan sebagian besar masyarakat muslim di tanah air. Pemerintah sangat diharapkan untuk bergerak tanggap untuk menindaklanjuti rekomendasi dan keputusan Bakorpakem ini untuk mencegah gejolak-gejolak di masyarakat bila tidak ada kepastian hukumnya dengan mengeluarkan SKB untuk melarang kegiatan penyebaran aliran Ahmadiyah.

Meskipun keputusan dan rekomendasi Bakorpakem ini banyak ditentang oleh aktifis HAM dan kalangan liberalis, Bakorpakem tetap pada keputusannya untuk tetap menyatakan bahwa ajaran Ahmadiyah sudah menyimpang dari ajaran Islam padahal sudah diberikan waktu 3 bulan untuk membuktikan ke-Islaman mereka dan melakukan instropeksi mengenai ajaran mereka.

Tentangan yang dilontarkan kalangan aktifis HAM/Liberalis sebenarnya juga kurang mengena karena kebebasan dan jargon-jargon HAM yang mereka lontarkan sangat tidak sesuai dengan faham kebebasan di Indonesia. Kebebasan di Indonesia dibatasi oleh norma-norma hukum dan agama ( kebebasan yang bertanggung jawab ) bukan kebebasan penuh seperti yang diterapkan di dunia barat.