Wednesday, September 24, 2008

Panja DPR: Masyarakat Berlebihan Tafsirkan RUU Pornografi

"Sebagian publik mengkhawatirkan RUU Pornografi. Mereka pun berdemo menolak disahkannya RUU tersebut. Banyak yang beranggapan, jika RUU ini disahkan, maka menyimpan benda porno, memakai lipstik di depan publik, atau pun menjual pakaian dalam bisa terjerat UU ini. Kekhawatiran masyarakat ini dianggap terlalu berlebihan oleh anggota Panja RUU Pornografi, Agung Sasongko. Menurutnya, masyarakat tidak perlu terlalu mengkhawatirkan RUU yang memicu kontroversi ini".(Detikcom)

Menurut saya, kekhawatiran ini bukan cuma berlebihan tapi lebih tepatnya kekhawatiran yang dangkal karena menggunakan argumen-argumen yang dangkal dan menafsirkan RUU tersebut seenak perutnya tanpa ada solusi yang ditawarkan. Mereka tidak sadar dengan penolakan-penolakan dan argumen yang mereka sampaikan justru mengungkap kadar moral mereka. Bila mereka bisa berfikir dengan dilandasi hati nurani maka penolakan-penolakan ini tidak perlu terjadi, kalaupun ada komponen dalam RUU ini yang bermasalah dapat langsung sampaikan ke DPR karena DPR dengan jelas sudah menyatakan bahwa dalam penggodokan RUU ini mereka membuka pintu masukan dari masyarakat.

Bila mereka bisa menyampaikan penolakan dan keberatan-keberatan dengan cara yang demokratis, santun dan bersama-sama dengan pemerintah dan DPR untuk mencari jalan keluarnya, jadi kan tidak perlu ada isu 'disintegrasi' segala apalagi sampai mengancam mau 'demo telanjang segala'.

Thursday, September 18, 2008

PKS: 5 Kekeliruan Berpikir Bagi Penolak RUU Pornografi

Meski RUU Pornografi akan segera disahkan, pro kontra terhadap RUU ini tak kunjung usai. Jika kubu penolak menilai RUU pornografi hanya akan mengekang kebebasan berekspresi dan mengancam integrasi, lain halnya bagi kubu penolak. PKS bahkan menuding para penolak telah sesat pikir.

"Yang menolak RUU Pornografi telah melakukan lima kekeliruan berpikir. Pertama, melupakan nilai-nilai agama yang diagungkan oleh pancasila yang berarti mengagungkan aturan luhur,” kata anggota FPKS Al Muzammil Yusuf pada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis ( 18/9/2008).

Menurut anggota Komisi I DPR ini, selain melupakan nilai agama, para penolak RUU Pornografi juga dinilai tidak siap berdemokrasi. Alasannya, proses panjang dan dialektika antar fraksi yang sudah berjalan lama tidak dihargai semestinya.

"Mereka menolak membuktikan, mereka belum siap berdemokrasi, karena mereka tak menghormati proses panjang wakil rakyat mendiskusikan RUU ini,” terang Muzammil.

Selain 2 alasan di atas, Muzammil menilai penolakan kelompok tertentu pada RUU Pornografi membuktikan mereka tidak siap menjadi bagian dari keluarga besar Negara Kesatuan Republik Indonesia.

"Mereka melupakan amanat UUD 45 pasal 31 ayat 3 bahwa pendidikan nasional bertujuan meningkatkan iman taqwa dan ahlaq mulia. Selain itu, mereka meremehkan upaya penyelamatan generasi muda dan anak,” kata Muzammil.

Muzammil juga menilai bahwa penolakan ini lebih menuruti ide kebebasan Barat. "Para penolak RUU lebih terinspirasi dan mewakili ide kebebasan Barat yang nyata-nyata gagal melindungi rakyatnya dari bahaya pornografi,”pungkasnya.(Detikcom)

Friday, September 12, 2008

Ancaman di balik Kampanye Waria

Zionis, Nasrani, Orientalis dan Munafikin bersatu padu menghancurkan Islam. Mereka bekerja keras mengaburkan ajaran Islam. Salah satunya dengan kampanye waria.

Waria itu devian dan mengundang azab Allah. Pemahaman inilah yang coba dipatahkan oleh kaum waria. Tak heran bila berbagai cara mereka lakukan. Kampanye waria ini tak lain ghazwul fikri yang bertujuan melemahkan sendi-sendi Islam.

Di Yogyakarta, kelompok waria melakukan aksi menuntut kesetaraan orientasi seksual dan identitas gender. Aksi yang dilakukan Aliansi Masyarakat Anti Kekerasan dan Diskriminasi ini, menolak segala tindak kekerasan dan bentuk diskriminasi maupun stigma yang berbasis orientasi seksual dan identitas gender pada Rabu (13/8).

Belasan orang yang menutup wajahnya dengan kain hitam itu berunjuk rasa di depan Gedung Agung (Istana Negara) Yogyakarta. Di leher mereka tergantung poster yang bertuliskan `homo seksual bukan kriminal`, `homo seksual bukan penyakit jiwa`, dan `homoseksual = HAM`. Mereka menuntut perlakuan sama dengan lainnya, seperti penerimaan bekerja di sektor formal.

Awalnya, massa pengunjuk rasa yang dikoordinasi Matius Indarto itu menyampaikan rasa duka cita bagi para korban pembunuhan yang dilakukan Verry Idham Henyansyah alias Ryan. Kemudian, kelompok massa yang terdiri dari Rumpun Cut Nyak Din, Serikat Mahasiswa Indonesia serta kelompok waria ini mendesak proses hukum menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dengan tidak merendahkan orientasi seksual dan identitas gender seseorang.

Upaya kaum waria agar bisa diterima di tengah masyarakat juga tidak sebatas aksi wacana dan massa. Menjelang hari kemerdekaan Republik Indonesia ke-63, digelar aksi tanding voli antara kaum ibu dan waria di Samarinda. Untuk menarik perhatian, pawai bencong dan lomba-lomba dengan mengenakan pakaian wanita juga digelar. Padahal Islam melarang pria bergaya seperti perempuan. Lebih dari itu, akan mengundang laknat Allah ta’ala.

Bahkan di Polewali, Sulawesi Selatan digelar ajang putri-putrian versi waria Agustus ini. Menurut Sekjen Yayasan Putri Waria Indonesia, Shuniyya Ruhama Habiballah, acara Top Model Waria di Polewali ini merupakan turunan kegiatan dari Yayasan Putri Waria Indonesia. “Karena biasanya, apa pun kegiatannya kita serahkan pada daerah masing-masing. Peserta Putri Waria di daerah biasanya dikirimkan ke Kontes Putri Waria Indonesia tingkat nasional yang diadakan oleh Yayasan kami,” ujar Shuniyya kepada Sabili.

Shuniyya juga memaparkan, para waria di Indonesia Timur terbilang yang paling aktif. “Ini mengingat di kebudayaan Bugis kuno mereka sudah mengenal kaum bissu – penjaga arajang atau benda pusaka kerajaan Bone – yang mereka itu memang waria suci,” jelasnya.

Shuniyya juga mengakui, even putri-putrian yang kerap dilakukan kaum waria adalah salah satu bagian pencitraan agar kaum waria bisa diterima secara luas oleh masyarakat. “Ini semua karena ketidaktahuan masyarakat. Terkadang masyarakat sudah lebih dulu mempunyai image tidak bagus terhadap kita,” terangnya.

Laki-laki yang memutuskan total menjadi waria ketika memasuki bangku kuliah ini mendefinisikan waria sebagai sebuah fenomena seseorang yang jiwa dan raganya berbeda. Menurutnya, fenomena waria tidak hanya dipengaruhi faktor kejiwaan; tapi sampai terbawa ke hormonal, anatomi tubuh dan faktor genetika. “Jadi untuk waria, kita tidak bisa langsung mengatakan Allah melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan sebaliknya tanpa melihat latar belakang dan kejadian mengapa ia harus hidup sebagai waria,” ujarnya berargumen.

Shuniyya bersikukuh, kaum waria bukanlah laki-laki yang menyerupai perempuan. Menurutnya, waria adalah bentuk ke-Maha Kuasaan Allah. “Saya khawatir yang mereka hujat itu kan adalah ciptaan dan kreativitas Allah. Kalau memang Allah tidak mampu menciptakan kaum seperti kami, kenapa kami ada? Kalau keberadaan kami diingkari, tentu itu salah satu hal yg mustahil bagi-Nya untuk tidak menciptakan manusia seperti kami,” paparnya.

Fenomena waria yang mulai berani menampakkan diri ini dianggap Direktur Pusat Dakwah Hidayatul Islam Jakarta Timur, Iman Santoso, sebagai bentuk kemungkaran yang harus dicegah. Menurutnya, perilaku waria saja sudah diharamkan dalam Islam apalagi dikonteskan. “Ini sudah jauh dari nilai-nilai Islam,” tegasnya.

Bahkan Iman Santoso juga memastikan bahwa terdapat kekuatan yang bermain dibalik munculnya fenomena waria ini. Ia menjelaskan, dalam Islam hanya ada dua golongan yaitu orang yang berpihak dalam kebenaran dan kebatilan. “Kalau kita merunut sejarah, dapat kita ketahui siapakah pembela kebatilan? Siapa lagi kalau bukan Yahudi, Zionis, Orientalis dan Nasrani. Namun yang lebih berbahaya adalah musuh dalam selimut yaitu orang Islam yang mau menjadi kaki tangan dan agen-agen mereka,” ujar Iman.

Iman juga menjelaskan, mengembalikan waria agar kembali kepada kodratnya bukan hanya tugas ulama, Depag dan para dai. “Tapi juga tugas setiap mukmin terutama anggota keluarganya untuk mengajak mereka kembali ke jalan Allah. Media Islam juga turut berperan untuk menghadang sepak terjang dan pemikiran mereka. Tugas kita sebagai umat Islam adalah berdakwah kepada mereka agar kembali ke jalan yang benar,” ajaknya.

Dalam hadits riwayat Ahmad yang dishahihkan Syekh Al Albani dan direkam oleh Abu Dawud, pada suatu saat Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha mengisahkan, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Apabila kemaksiatan telah merajalela di kalangan umatku maka Allah meratakan azab kepada mereka semua dari sisi-Nya...’.” “Jadi, kontes dan legalitas waria bisa mengundang bencana bagi negeri ini,” tegas Iman.(Swaramuslim)

Thursday, September 4, 2008

Milis Pembaca, Pers atau Bukan?

Apakah sebuah mailing list (milis) pembaca media tertentu bisa dikategorikan sebagai pers? Hal itu yang menjadi pertanyaan penyidik dalam kasus pencemaran nama baik di milis. Tepatnya, milis Forum Pembaca Kompas (FPK).

Moderator Milis Forum Pembaca Kompas, Agus Hamonangan pada Kamis (4/9/2008) diperiksa oleh Satuan Kriminal Khusus Cybercrime, Polda Metro Jaya. Agus diberi 12 pertanyaan terkait postingan artikel dari Narliswandi Piliang alias Iwan Piliang di milis FPK.

Salah satunya adalah apakah milis yang dia buat tersebut merupakan bagian dari pers atau bukan. "Saya diperiksa seputar tanggung jawab moderator dalam milis dan prosedur pengiriman e-mail," ujar Moderator Milis Forum Pembaca Kompas, Agus Hamonangan, saat ditemui di Jakarta, Kamis (04/09/08).

Agus, yang didampingi oleh kuasa hukumnya, Nurhidayat, juga menerangkan pemeriksaan terhadap dirinya sebagai saksi dikonfrontir seputar tanggung jawab konten serta milis tersebut bagian dari pers atau bukan. Agus menjelaskan bahwa tanggung jawab konten bukan tanggung jawabnya, namun hal tersebut merupakan tanggung jawab dari pengirim.

Agus juga membeberkan bahwa milis yang dibentuknya sejak Juni 2004 tidak ada kaitannya dengan pers sama sekali. Bahkan Agus sendiri, profesinya sehari-hari adalah sebagai wiraswasta.

"Ini murni forum untuk pembaca Kompas, siapapun boleh bersuara di sana, asal tidak menyinggung soal SARA," ujar pria berkaca mata itu.

Tulisan Iwan Piliang dalam milis pada 20 juni 2008 lalu menimbulkan gugatan dari Alvin Lie. Dalam tulisannya tersebut, Iwan menuliskan: PAN meminta uang sebesar Rp 2 Triliun kepada Adaro agar DPR tidak lakukan hak angket yang akan menghambat IPO Adaro. Bahkan Alvin Lie datang ke Kantor Adaro temui Teddy P Rahmat. Menurut Sumber, Alvin meminta uang sebesar Rp 6 Triliun, terakhir Rp 1 Miliar untuk dirinya.

Atas tulisan yang menuding dirinya tersebut, Alvin Lie pada 14 Juli 2008 lalu melaporkan Iwan Piliang ke Polda Metro Jaya. Anggota DPR Komisi VII, Fraksi PAN ini merasa tercemarkan nama baiknya. Iwan Piliang sendiri belum ditetapkan jadi tersangka. (Detikinet)

Wednesday, September 3, 2008

TV Berperan Menciptakan Generasi 'Banci' ?

Maraknya acara TV yang menayangkan sosok banci, sudah sampai taraf meresahkan. Hampir sebagian besar acara dengan rating tinggi biasanya menonjolkan sosok 'Banci' tentu saja hal ini benar-benar meresahkan karena dikhawatirkan akan mempengaruhi mental generasi muda dan menggambarkan seolah-olah 'prilaku banci' sebagai prilaku yang wajar dan 'trendy'.

Dikutip dari Eramuslim.com, Komisi Penyiaran Indonesia sendiri sudah mengingatkan semua stasiun televisi agar tidak menayangkan acara yang menampilkan sosok kebanci-bancian dengan lawakan yang cenderung berbau porno. Hal ini perlu dilakukan untuk menghormati umat Islam yang menjalankan ibadah Ramadhan. Sebelumnya imbauan itu juga telah disampaikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Memprihatinkan memang, stasiun TV yang seharusnya menjadi media informasi dan hiburan yang mendidik kini malah lebih banyak mendatangkan efek negatif. Ini semua hanya dikarenakan untuk mengejar rating dan untuk kepentingan bisnis belaka hingga apapun dilakukan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.